Persahabatan adalah cinta. Ini adalah premis utama yang dikemukakan oleh Aristoteles maupun Thomas Aquinas tentang persahabatan walaupun mereka juga mengakui bahwa tidak semua cinta itu adalah persahabatan. Dalam cinta persahabatan (amor amicitiae), Aquinas membagi cinta itu menjadi tiga (cinta yang menguntungkan, cinta yang menyenangkan, dan cinta yang berkeutamaan).
Namun ketiga jenis cinta ini tidak dapat diaplikasikan dalam persahabatan manusia dengan pure spiritual being. Karena menurut Aquinas, cinta yang menguntungkan dan menyenangkan yang diungkapkan oleh Aristoteles itu lebih kepada keuntungan dan kesenangan yang masih terikat dengan dunia material dan tidak sempurna ini. Segala sesuatu yang ada di dunia materi ini terus berubah. Sedangkan pure spiritual being adalah being yang sudah lebih sempurna seperti malaikat di mana walaupun dia tidak terlepas dari perubahan kehendaknya tetapi secara keberadaannya dia bersifat kekal dan juga being yang sempurna yaitu Allah yang bersifat absolut dan abadi.
Dalam hubungannya dengan cinta yang berkeutamaan, Aquinas menjelaskan bahwa cinta yang berkeutamaan itu adalah cinta yang hanya diarahkan kepada mereka yang berkeutamaan. Sedangkan untuk charity, selain memampukan manusia untuk mencintai pure spiritual being, dia juga memampukan manusia untuk mencintai musuh mereka. Aristoteles sudah menegaskan sebelumnya bahwa adalah suatu ketidakmungkinan bagi manusia untuk bersahabat atau mencintai musuhnya sendiri. Karena persahabatan hanya bisa terjadi jika ada cinta yang timbal balik (mutual).
Bagi Aquinas, charity dapat memungkinkan manusia untuk mencintai sesamanya termasuk musuhnya tanpa mengharapkan cinta itu harus dibalas kepadanyaAllah adalah divine being yang mana di dalam dirinya semua being itu eksis. Dengan mencintai Allah, kita mencintai segala sesuatu yang ada di dalam-Nya termasuk musuh kita. Menurut Thomas kita dapat mencintai musuh kita karena kita terdorong oleh charity yang kita paham sebagai perasaan cinta kepada Allah.
Charity seringkali disebut juga sebagai cinta yang spiritual. Mengapa? Karena sebagai sebuah cinta, tujuan dari charity ini sama dengan tujuan dari cinta lainnya yaitu kebaikan. Jika cinta yang menguntungkan, menyenangkan dan berkeutamaan itu bertujuan untuk mencapai kebaikan moral bagi sesama sahabat kita yang nota bene adalah mereka yang baik kepada kita, maka charity itu bertujuan untuk membawa manusia kepada kebaikan tertinggi yaitu Allah sendiri (supreme being). Obyek dari charity itu ialah kebaikan yang tidak dapat diinderai, kebaikan yang ilahi (divine) yang hanya dapat diketahui oleh intelek saja. Karena itu subyek dari charity itu bukanlah appetite yang sensitive tetapi intellective (kehendak).
Charity Sebagai Keutamaan
Selain sebagai cinta atau dengan kata lain sebagai sebuah persahabatan, Thomas juga melihat charity itu sebagai sebuah keutamaan (virtue). Keutamaan adalah prinsip dari tindakan baik manusia dan kebaikan adalah tujuan dari cinta atau persahabatan. Untuk dapat melakukan sebuah tindakan yang baik, manusia harus mengikuti aturan yang menjadi standar dari kebaikan itu sendiri. Standar kebaikan dari tindakan manusia itu dapat diketahui lewat akal budi manusia. Karena akal budi manusia itu berfungsi untuk mencari kebenaran dan salah satunya adalah kebenaran tentang apa itu kebaikan. Selain akal budi manusia, ada juga sumber lain yang perlu kita ikuti untuk melakukan tindakan yang baik, dia adalah Allah. Allah adalah supreme being dan di dalamnya ada kebenaran. Kehendak Allah adalah kebaikan itu sendiri. Untuk memahami kehendak Allah itu, manusia perlu berkomunikasi denganNya lewat akal budinya. Ketika manusia paham dan menjadi familiar dengan kehendak Allah, maka akan muncullah cinta atau persahabatan itu sendiri.
Baca sebelumnya : Thomas Aquinas : Pertengkaran dan keluhan dalam persahabatan
Sebagai manusia yang masih melekat dengan tubuhnya, intelek manusia itu masih belum sempurna. Intelek manusia masih memerlukan hal-hal yang intelligible untuk memahami sesuatu. Manusia secara alamiah memiliki kebiasan untuk mencari tahu. Karena secara alamiah mansuia selalu ingin tahu. Manusia itu itu cinta akan pengetahuan khususnya pengetahuan tentang apa yang benar. Namun seperti yang kita ketahui bahwa kemampuan intelek manusia dapat melampaui alam ini. Manusia mampu masuk dalam kebenaran yang spiritual.
Oleh karena itu perlu ada kebiasaan (habit) yang supernatural yang bisa membawa manusia kepada kebenaran ini. Perlu ada keutamaan yang bersifat spiritual karena keutamaan-keutamaan moral maupun intelek manusia masih berpusat pada kebenaran dan kebaikan duniawi.
Baca sebelumnya : Thomas Aquinas : Persahabatan yang baik adanya, Menguntungkan dan Menyenangkan
Karena kebutuhan manusia akan kebiasaan (habit) yang spiritual ini, maka Thomas melihat bahwa ada kebutuhan dalam diri manusia untuk memiliki keutamaan-keutamaan spiritual atau dengan nama lain disebut keutamaan teologis. Keutamaan teologis mengarahkan manusia kepada kebaikan supernatural. Kebaikan supernatural adalah tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh manusia. Thomas mengklasifikasikan iman, harapan dan kasih (charity) sebagi keutamaan teologis karena ketiga keutamaan tersebut mengatur hubungan manusia dengan Allah.
Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa persahabatan itu ialah relasi cinta yang mutual antar being yang mampu mencintai yaitu manusia, malaikat dan Allah.
Selesai.
Oleh: Aloysius Luis Kung. Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Dimuat atas kerjasama Jurnal WIWEKA, Nera Academia dan www.idenera.com. Artikel ini pernah dimuat di Jurnal WIWEKA Vol.6 Edisi Juni 2017.
Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles, Kanisius,Yogyakarta 2009, 3.
THOMAS AQUINAS, Commentary on Aristotle’s Nicomachean Ethics, diterjemahkan oleh C. I. Lizinger, Dumb Ox Books, Notre Dame 1964, 476.
Thomas Aquinas, Summa Theologiae, II-II, Quaestio 1 art. 3
JAMES MCEVOY; “The Other as Oneself: Friendship and Love in the Thought of St. Thomas Aquinas”, dalam James McEvoy dan Michael Dunne (eds.), Thomas Aquinas; Approaches to Truth, Four Courts Press, Dublin 2002, 18.
ARISTOTLE, Nicomachean Ethics 1.1.1.
ETIENNE GILSON, The Christian Philosophy of St. Thomas Aquinas, University of Norte Dame Press, Norte Dame 2006, 256.
ROBERT MINER, Thomas Aquinas on the Passion, Cambridge University Press, Cambridge 2010,116.
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan