Manager Kampanye dan Jaringan Publik Walhi Jawa Timur, Lila Puspita mengatakan bahwa distribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) masih jauh dari berkeadilan. Sebab, Indonesia tergolong rendah dalam penerapan EBT. Justru, pemerintah banyak memakai energi fosil, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara.
“Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara itu menghasilkan emisi yang besar. Ada pula gas rumah kaca, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta pencemaran air laut. Sehingga, Jawa Timur masih memiliki 3 sumber EBT, yaitu PLTSA, PLTA, dan PLTP,” katanya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa wilayah tengah Pulau Jawa telah dipadati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Karena, potensi sumber daya geothermal di Jawa Timur telah disertakan ke dalam rencana pengembangan PLTP Provinsi Jawa Timur tahun 2021-2025 dengan keluaran 630 MW.
Lila menyebutkan 8 lokasi yang ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), yaitu Gunung Lawu, Gunung Arjuno Welirang, Blawan Ijen, Gunung Iyang Argopuro, Gunung Pandan, Gunung Wilis, dan Telaga Ngebel. Adanya Undang-Undang (UU) Panas Bumi menyebabkan proyek-proyek di kawasan lindung tidak dikategorikan sebagai pertambangan.
“Geothermal merupakan salah satu sumber energi yang banyak dikritisi. Karena, memakan korban paling tinggi, seperti ledakan dan semburan gas, kejadian itu pernah ditemukan di Mandailing Natal, Dieng, hingga Mataloko,” tegasnya.
Sedangkan, Pengkampanye Isu Urban Walhi Jawa Timur, Lucky Wahyu Wardhana menyoroti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA). Pada tahun 2011, Pemerintah Kota Surabaya melelang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Benowo, Surabaya ke swasta, hingga dimenangkan PT. Sumber Organik. Kedua pihak tersebut, menandatangani kontrak pada tahun 2012.
“Sistem di TPA Benowo langsung diubah. Pada tahun 2015, PT. Sumber Organik mendatangkan ahli dari China. Gas metana yang menjadi penyumbang gas rumah kaca itu disaring, lalu diproses, hingga menjadi listrik 2 MW. Pada tahun 2019, Surabaya terpilih sebagai kota pertama yang menghasilkan listrik dari PLTSA dalam jumlah besar,” tuturnya.
Tipping fee mendorong Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan APBD sebesar 119 ribu rupiah per 1 kilogram sampah yang dikelola PT. Sumber Organik melalui PLTSA. Hal itu, dianggap membebani APBD Pemerintah Kota Surabaya.
Hasil kajian Walhi Jawa Timur menyebutkan bahwa Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surabaya sempat menduga ada skenario dalam pemenangan PT. Sumber Organik. Dugaan itu didasari fakta bahwa Pemerintah Kota Surabaya telah menyalahi prosedur yang telah ditetapkan untuk kerjasama dengan investor yang memberikan sharing profit terbesar dan biaya tipping fee terkecil. Namun, PT. Sumber Organik memberi penawaran tipping fee tertinggi justru yang diloloskan.
Kepala Divisi Riset, Pengembangan, dan Kerjasama LBH Surabaya, Moh. Soleh menyinggung Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Paiton, Probolinggo. Ia mengamati bahwa sepanjang PLTU itu beroperasi, ada peningkatan penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di kawasan tersebut.
“Paiton itu PLTU terbesar di Asia Tenggara. Mereka paling banyak konsumsi batu bara, sekarang ada sekitar 9 PLTU di sana. Dugaan kami, limbah mereka dibuang di balik bukit. Ada salah satu penelitian yang menyebut limbah B3 itu ditumpuk hingga menjadi jalan,” tuturnya.
Direktur Center of Human Rights Law Studies (HRLS) Universitas Airlangga Surabaya, Franky Butar Butar menegaskan bahwa pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam menyusun kebijakan mengenai transisi energi yang berkeadilan. Sebab, selama ini masyarakat menjadi korban atas dampak buruk yang ditimbulkan pembangkit listrik yang tidak ramah lingkungan.
“Kalau memang ingin transisi energi, beri ruang kepada masyarakat. Didengarkan, buka partisipasi, buka kontribusi. Sehingga, transisi energi ini dapat berkeadilan. Kalau dari awal saja curang, ujungnya akan curang,” pungkasnya.
Perlu diketahui, diskusi yang berlangsung 2 jam itu, membedah 2 hasil kajian Walhi Jawa Timur yang berjudul “Lembar Informasi PLTSA Benowo Surabaya” dan “Kertas Posisi: Mendorong Transisi Energi Berkeadilan di Jawa Timur”. Diskusi tersebut dihadiri Amnesty International Indonesia Chapter Unair, BEM FIB Unair, LBH Surabaya, Arkom Jawa Timur, PPMI Dewan Kota Surabaya, AJI Surabaya, dan lain-lain.
Editor: Andre Yuris
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan