Koordinator Lapangan (Korlap) AMP, Yori mengatakan bahwa polemik kekerasan dan rasisme terhadap warga Papua masih terus terjadi hingga saat ini. Itu memberi dampak yang besar bagi warga Papua karena merasa harga diri mereka direndahkan.
“Terjadi pada tanggal 16-17 Agustus 2019, mengenai ujaran rasis yang diucapkan oleh aparat militer (TNI), Satpol PP, dan Ormas berupa ‘monyet, tikus, babi’ terhadap warga Papua di Asrama Mahasiswa Papua (Kamasan III) Surabaya,” ujarnya.
Rasisme semacam itu menjadi pemicu kejadian-kejadian di bumi cendrawasih. Pasalnya, setelah peristiwa rasisme di Surabaya, tak lama kemudian Gerakan West Papua meletus di 23 kota di West Papua, 17 kota di Indonesia, dan 3 kota di luar negeri, berlangsung dari 19 Agustus 2019 hingga 30 September 2019.
Dalam kurun waktu itu, pemerintah mengirim 6.500 pasukan militer (TNI/Polri) ke Papua dengan dalih-dalih mengamankan negara. Namun, justru memicu konflik berkelanjutan dan memakan korban dari warga sipil. Sebanyak 22.800 warga mengungsi, 61 korban masyarakat sipil, 35 orang asli Papua meninggal karena luka tembak.
Beberapa ada yang ditangkap dan dijatuhi hukuman. Sebanyak 1.017 orang diringkus, 157 orang dijadikan tahanan politik, dan 22 orang didakwa dengan pasal makar, serta dijatuhi hukuman 3 bulan hingga 17 tahun penjara yang terjadi selama Agustus-September di tahun yang sama.
“Kejadian tersebut menimbulkan luka, sementara pelaku ujaran rasis hanya dijatuhi 3-5 bulan tahanan. Bahkan anggota TNI yang terlibat hanya diberi sanksi disiplin tanpa proses hukum. Tidak hanya itu, jaringan internet pun diblokir/diputus di sebagian besar daerah Papua. Sehingga kejadian itu, seakan sengaja ditutupi oleh negara,” katanya.
Rasisme terhadap warga Papua seakan tidak pernah selesai. Padahal, Peraturan Internasional Pasal 2 Deklarasi Universal HAM (Duham) dan Konvensi Internasional telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Maka, aksi yang diikuti puluhan warga Papua tersebut menghasilkan 8 pernyataan sikap dan tuntutan. Itu dilayangkan dengan harapan adanya perdamaian di Papua, Indonesia, dan di seluruh dunia. Serta, mengutuk segala bentuk rasisme yang harus dilawan bersama.
“Negara Indonesia segera menghentikan segala bentuk diskriminasi rasial terhadap mahasiswa dan warga Papua. Serta, usut tuntas dan adili pelaku HAM berat di Papua,” pungkasnya.
Reporter : Hanif Rahmansyah. Editor: Rangga Prasetya
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan