Mengorkestrasi Sains di Masa Pandemi Covid-19

296 0

Para saintis dari bermacam-macam disiplin sains sedang berusaha menyelesaikan persoalan Pandemi Covid-19. Akan tetapi, jika tidak bijak, maka bisa muncul solipsisme saintis antar berbagai disiplin sains.

Masing-masing saintis disiplin tertentu seolah merasa paling tahu dan paling bisa memecahkan persoalan Pandemi Covid-19. Padahal, peristiwa Pandemi Covid-19 memiliki dimensi yang luas, sehingga tidak ada satu bidang sains yang secara sendirian bisa menyelesaikan peristiwa Pandemi Covid-19 secara menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang bisa mengorkestrasi berbagai disiplin sains.

Persoalan berawal dari kemunculan virus (SARS-CoV-2) yang menginfeksi manusia dan kemudian ditetapkan sebagai Pandemi Covid-19. Pan-demos kemudian menjadi  sebuah peristiwa pada keseluruhan manusia dengan segala dampaknya, bukan lagi hanya sebagai persoalan kesehatan biologis manusia.

Ini bukan pertama kali manusia menghadapi wabah. Di dalam rekaman sejarah tulis, manusia beberapa kali mengalami wabah besar. Belum lagi peristiwa-peristiwa di masa lalu yang tidak tertulis, hanya dikisahkan secara oral, yang beberapa darinya mungkin sudah lenyap dilupakan.

Pada masyarakat jaman dahulu, seorang tabib bisa sekaligus merangkap sebagai pemimpin keagamaan, kepala suku, ahli pertanian, hakim, panglima perang, dll. Saat itu, pembagian kerja di antara anggota masyarakat belum terjadi secara signifikan. Struktur masyarakat dan struktur pengetahuan yang dimiliki oleh manusia masih relatif sederhana.

Dengan konsep dasar kesamaan, pengetahuan belum dibeda-bedakan secara kompleks, baik itu objek, metode, maupun kegunaan bagi manusia. Semua masih bersifat kesatuan. Pengetahuan tentang berbagai macam hal berada di dalam satu kesatuan yang tidak ada batas-batasnya, atau bersifat kabur.

Seiring perubahan praktek kehidupan dan bertambahnya pengalaman kehidupan manusia, termasuk bertambahnya jumlah manusia, maka spesialisasi kerja mulai terjadi di antara anggota masyarakat. Struktur masyarakat juga berubah. Pengetahuan mulai dibeda-bedakan. Batas-batas antar bidang pengetahuan ditetapkan secara lebih tegas. Sains merupakan salah satu bidang pengetahuan yang lahir dari proses pembedaan tersebut. Selain itu, sains kemudian juga mengalami diferensiasi internal, terspesialisasi ke berbagai disiplin.

Bicara tentang virus tidak hanya melalui satu disiplin sains saja, melainkan melibatkan beberapa disiplin sains, terutama sains-sains alam. Misal, terkait struktur kimia dan fisika, syarat dan sifat keaktifan, penyebaran, pelipatgandaan, juga termasuk sejarah keberadaan virus bersangkutan. Bagaimana virus aktif pada tumbuhan, hewan, dan manusia, serta dampak-dampak biologisnya.

Manusia adalah salah satu spesies hewan, dan secara biologis tunduk pada hukum alam yang sama sebagaimana hewan-hewan lain. Pada kehidupan biologis, hewan dan manusia dikuasai naluri-naluri biologis, dan otak mereka melakukan pengenalan melalui alat-alat indera. Hanya saja, pengenalan inderawi pada manusia dinaikkan menjadi pengetahuan yang lebih kompleks dan tercipta kesadaran. Manusia adalah hewan berkesadaran, yang terlibat kerja (praktek). Kehidupan psikis membuat manusia membedakan diri dari hewan-hewan lainnya, meski dalam batas pengertian tertentu hewan-hewan lainnya mungkin juga memiliki kehidupan psikis.

Perbuatan, perilaku, dan kejadian pada manusia tidak sebatas ditentukan oleh fisiknya (naluri biologis), namun juga oleh psikisnya (kesadaran). Bukan hanya kausalitas dan determinisme yang berada di luar kemauan manusia, namun juga motif dan kehendak-bebas yang menentukan diri manusia sendiri.

Pada manusia, virus tidak hanya berdampak pada aspek biologis fisika-kimia. Rasio manusia merespon keberadaan virus, dan berbagai respon tersebut kemudian bisa turut berpengaruh pada penyebaran virus. Di sinilah peran sains-sains sosial – semisal psikologi, ekonomi, sosiologi, politik, antropologi, dll. – untuk melihat perilaku manusia sebagai individu maupun sosial. Karakter kehidupan individual dan sosial manusia, juga spesies-spesies hewan lainnya, turut berpengaruh pada keberadaan virus, pelipatgandaan dan pesebarannya.

Dengan demikian, peristiwa Pandemi Covid-19 mengandung persoalan yang kompleks. Dari sisi natural maupun sosial. Banyak variabel yang harus dipikirkan.

Untuk memecahkan persoalan ini juga harus melibatkan berbagai bidang sains. Sains-sains alam berupaya mengatasi persoalan bio fisika-kimia terkait virus, hewan, manusia, lingkungan, dll. Sains-sains sosial menangani bagian-bagian dampak dan perilaku sosial-politik, ekonomi, dan kehidupan psikis yang ada pada manusia, baik sebagai individu maupun secara sosial.

Dalam rangka pelibatan berbagai disiplin sains tersebut, ada dua model pendekatan yang bisa dipilih salah satu darinya, yakni pendekatan interdisipliner dan pendekatan multidisipliner (Bertens, 2000).

Pada pendekatan interdisipliner, beberapa sains dilibatkan secara lintas disiplin untuk menganalisa satu objek persoalan yang sama: peristiwa Pandemi Covid-19. Disiplin-disiplin sains yang terlibat tersebut harus menanggalkan sudut pandang disiplin mereka. Akhirnya, dihasilkan satu pandangan terpadu dan menyeluruh, melampaui batas-batas bidang saintifik masing-masing.

Namun, selain sangat sulit terwujud, pendekatan interdisipliner tersebut kadang malah bisa dijadikan dalih semata. Di satu sisi, bidang-bidang sains semakin terspesialisasi, yang itu berarti bahwa bidang kajian semakin menyempit dan terbatas. Di sisi lain, persoalan yang muncul di dalam kehidupan manusia semakin rumit dan bertambah banyak. Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri, yang kemudian membuat beberapa pihak mencoba kembali ke jaman dahulu ketika konsep “kesatuan” atau “kesamaan” masih mendominasi, yakni dengan secara sengaja mengaburkan batas-batas berbagai disiplin sains untuk kemudian dileburkan menjadi satu.

Sedangkan pada pendekatan multidisipliner, peristiwa Pandemi Covid-19 dianalisa dari berbagai bidang sains, namun tanpa hendak mencari satu pandangan yang terpadu. Masing-masing disiplin sains tidak meninggalkan batas-batas otonomi bidangnya. Berbagai perspektif sains dipertahankan. Peristiwa Pandemi Covid-19 dilihat dari berbagai arah.

Masing-masing disiplin sains menyumbangkan pandangannya, sesuai otonomi bidang masing-masing. Akan didapati satu kumpulan pandangan dari berbagai perspektif, yang diorkestrasi sedemikian rupa sehingga antara berbagai disiplin sains akan tetap saling berkomunikasi dan memahami satu sama lain.

Saat ini, para saintis dari berbagai negara sedang berusaha mengatasi peristiwa Pandemi Covid-19. Para saintis dengan berbagai latar identitas kultural dan natural (dalam semesta manusia), yang mungkin memiliki nilai dan norma moral yang berbeda-beda, bahkan bisa saja saling berkonflik.

Melampaui perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dihadapkan pada satu persoalan yang sama, peristiwa Pandemi Covid-19, dan satu cara bersikap yang sama, yakni sains. Masalah-masalah moral yang muncul dari Pandemi Covid-19 salah satunya adalah soal apakah para saintis bekerja untuk menyelamatkan manusia-manusia dengan latar belakang identitas kultural dan natural yang sama dengan mereka saja, ataukah mereka dituntun oleh satu nilai dan norma moral yang merefleksikan persoalan dan pensikapan yang sama? Dari prinsip dan praktek sains, mungkinkah terbentuk nilai dan norma moral universal dalam memandang manusia? Sains dan saintis adalah dua entitas yang berbeda.***

Jimmy Jeniarto, dosen freelance. Gambar : www.freepik.com


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
idenera

IDENERA, membuka kesempatan bagi siapapun menjadi kontributor. Tulisan dikirim ke : editor@idenera.com dan dapatkan 1 buku tiap bulannya bila terpilih oleh editor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *